Intelijen AS Menyabotase Sukhoi?
Konspirasi - Hari naas ketika joy flight pesawat Sukhoi Superjet 100 menabrak Gunung Salak pada Rabu 9 Mei 2012 lalu. Kecelakaan yang merenggut nyawa 45 orang penumpangnya termasuk pilot dan pramugari itu masih menimbulkan teka-teki besar tentang penyebab kecelakaan tak biasa tersebut.
Dikatakan tak biasa karena memang saat petaka berujung ajal itu terjadi, baik kondisi pesawat, pilot maupun cuaca dalam keadaan baik. Kesalahan dari menara kontrol bandara Soekarno Hatta juga terbilang nihil, karena komunikasi berjalan lancar sampai kemudian kehilangan kontak tiba-tiba dengan pilot Sukhoi. Persis ketika pilot meminta izin untuk menurunkan ketinggian terbang dari 10.000 ke 6.000 kaki

Karenanya, tudingan miringpermainan intelijen pun berkembang bahwa telah ada sabotase pada pesawat baru keluaran Rusia tersebut. Siapa lagi kalau bukan Amerika yang dituduh melakukan sabotase gila itu. Motifnya? Jelas persaingan bisnis dengan raksasa penerbangan Boeing milik Amerika yang terancam dengan ekspansi besar-besaran Sukhoi. Sukhoi tak main-main menginvasi pasar industri penerbangan yang selama ini dikuasai oleh Boeing dan Airbus. Terlebih, Rusia memang sudah bertekad akan merebut dominasi itu sejak diproduksinya Superjet pada tahun 2000. Untuk harga bahkan Sukhoi berani banting harga lebih murah US$ 3o juta dari pesaing dekatnya Embraer dan Bombardier. Ketar-ketirlah industri pesawat komersil Amerika dan Eropa dengan keberanian Rusia ini.
'Khusus pasar Indonesia, Boeing tentu tak ingin kehitangan pasar empuknya, apalagi sebelum petaka itu terjadi, Barrack Obama sendiri telah meneken kontrak penjualan 230 unit Boeing ke Lion Air Indonesia senilai Rp 203 triliun. Artinya dia memberikan pekerjaan kepada 110 ribu penduduk AS. Jika pesawat komersil Sukhoi Superjet 100 sukses dengan joy flight-nya maka ada kemungkinan maskapai-maskapai penerbangan Indonesia akan memborong pesawat Rusia yang jauh lebih murah dan tentu saja lebih canggih di kelasnya, dibandingkan dengan Boeing ataupun Airbus. Kekhawatiran ini bukan tanpa alasan, karena sejak Indonesia mulai mengalihkan perhatiannya dari jet tempur AS F-16 ke Sukhoi SU 27 dan SU 30. Amerika Serikat dan sekutu baratnya mulai cemas, Australia bahkan berkali-kali mengajak TN! AU untuk latihan terbang bersama dengan tujuan untuk mencari tahu karakter jet tempur canggih Sukhoi. Hasilnya, Australia cernas dengan kecanggihan jet Sukhoi karena jet-jet buatan AS yang mereka miliki tak mampu menandingi kedahsyatan Sukhoi. Saking takutnya, AS dengan armada Sukhoi bahkan Indonesia ditawarkan híbah 30 unit F-16 untuk mengembalikan lagi hati TNI AU ke Amerika. Sabotase dalarn segala bentuknya bukan hal aneh bagi AS. Kita ingat ketika Obama mengampanyekan gerakan Anti Toyota di Amerika, karena General Motor dan Ford, dua produsen asli AS sudah babak belur dihajar mobil Jepang. Minyak sawit Indonesia juga disabotase dengan alasan lìngkungan untuk melindungi produksi lokal minyak jagung dan bunga matahari AS yang harganya jauh lebih mahal dibandingkan dengan CPO Indonesia. Amerika selama ini mempraktíkkan politik ekonomi dua muka. Satu sisi menggernbar-gemborkan pasar terbuka (globalisasi) ketika ingin masuk ke pasar negara lain. Namun, di sisì lain bertindak diskriminatif dan melakukan proteksi jika ada produk asing yang ingin masuk ke pasar AS. Untuk melindungi kepentingan bisnisnya, AS tak segan untuk mernbunuh. Begitu yang disimpulkan oleh mantan perwira Angkatan Laut AS, Wayne Madsen yang sekarang sering menjadi narasumber di CNN, NBC, BBC, Al Jazeera, Fox, dan media besar lainnya. Kecurigaan adanya sabotase justru muncul dan kalangan intelijen Rusia (RGU) sendiri. Mereka menduga bahwa AS menggunakan teknologi alat pengacak sinyal untuk mengacaukan penerbangan Sukhoi tersebut. Motif sabotase industrial diduga menjadi penyebab petaka itu. Dugaannya ada intervensi dan pangkalan AS dekat Jakarta sehíngga peralatan pesawat tak dapat dikendaflkan. rnteljen Rusia mengetahiji bahwa AS memiliki teknologí pengacau sinyal yang bisa menyebabkan petunjuk ketinggian di pesawat tidak menggambar kondisi yang sebenamya. Akíbatnya pilot Sukoi Superjet 100 Alexander Yablontsev tidak mengetahui bahwa ketika ia merninta penurunan ketinggian ke 6.00 kakí sebenarnya moncong pesawatnya sudah persis menghadap tebing Gunung Salak. Jadi, saat KNKT (Komite Nasíonal Keselamatan Transportasi) pada bulan Desember 2012 telah menjelaskan bahwa kesalahan pilot yang menjadi awal petaka itu. Namun, isu panas mengenal adanya sabotase tampaknya tidak lantas begitu saja adanya.


0 comments:
Post a Comment