Obral Gelar Keraton Untuk Artis

Obral Gelar Keraton Untuk Artis

Konspirasi - Geger tuduhan jual beli gelar keraton palsu yang dilayangkan oleh seorang warga Malaysia, Lim King Ming pada 5 Januari 2013 lalu. Peristiwa itu seperti membuka fakta jika salah satu Keraton di Jawa Tengah kerap mengobral gelar kepada sejumlah pesohor yang mau membayar mahal.

Di tengah konflik antar kerabat keraton yang sempat meruncing, isu tentang jual beli gelar tentu semakin menghancurkan citra keraton yang dulu sangat disegani. Lim menuduh bahwa seorang kerabat dekat Sultan, Hary Sulistiono Sosronagoro telah menipunya dengan memberikan gelar Kanjeng Pangeran palsu kepadanya. Padahal "Kanjeng Pangeran " Lim sudah menyetor duit Rp200 juta plus dana kurban Rp 35 juta. Hary tak terima dan tak mengakuinya. Ia bahkan menuduh bahwa Lim telah mendirikan keraton di Malaysia tanpa ijin dari keraton. Hary juga menuduh bahwa Lim sendirilah yang memalsukan gelarnya.

Tetapi bukan kisruh itu yang ingin kita bahas. Topik panas terkait gelar keraton adalah pemberian sejumlah gelar kepada artis-artis yang diantara mereka dinilai tidak pantas mendapatkannya. Tercatat nama-nama seperti Ahmad Dhani, Maia Estianti, Lula Kamal, Rossa, Pong Harijatmo, Koes Hendratmo, Titiek Puspa, Nadine Chandrawinata, dan Tarsan pernah menerima anugerah gelar dari keraton. Nama-nama itu nyaris adem ayem dan tidak mendapatkan perlawanan dari publik karena mungkin bisa mewakili kepantasan untuk menerima gelar. Kontroversi terdapat pada pemberian gelar kepada tiga nama sensasional di jagat hiburan tanah air, yaitu Syahrini, Manohara, si titisan Suzanna, dan siapa lagi kalau bukan Julia Perez. Tanpa mengecilkan prestasi mereka di jagat seleb Indonesia, namun kontribusi dan pemahaman serta representasi kepantasan mereka dalam budaya Jawa.

Wajar jika kritikan itu mencuat mengingat kesakralan gelar keraton seolah tak lagi memiliki wibawa ketika gelar diberikan kepada orang-orang yang secara persyaratan sebenarnya kurang pantas untuk mendapatkannya. Dulu, gelar hanya diberikan hanya kepada garis keturunan raja. Kalaupun ada orang dari luar keraton yang bisa mendapatkannya, mereka harus terbukti memberikan kontribusi besar pada budaya keraton dan konsisten berprilaku sesuai dengan budaya keraton. Nyatanya, seorang wanita Jepang pernah mendapatkan gelar Kanjeng Mas Ayu Fumiko karena ia telah serius mendalami seni tari dan gamelan Jawa. Tak hanya itu, wanita itu juga menikahi seorang abdi dalem keraton penabuh gamelan. Masyarakat dan pemerhati budaya yang peduli pada kesakralan keraton tak pernah menemukan jawaban yang tepat mengapa Julia Perez, Manohara, dan Syahrini mendapatkan gelar dari keraton. Jawaban yang paling mungkin bisa dipersepsikan, meskipun sulit untuk dibuktikan, adalah uang.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa keraton Solo selalu defisit annggaran. Pemerintah kota Solo tak memiliki dana cukup untuk menyokong pengeluaran keraton yang tinggi. Untuk biaya rutin seperti listrik saja bisa mencapat puluhan juta perbulan. Sesajen menghabiskan tak kurang dari 1,5 juta perbulan. Belum terhitung biaya perhelatan budaya dan perawatan keraton. Sepertinya tak mungkin menjual keris-keris pusaka itu hanya demi untuk mempertahankan keberadaan keraton.

Heboh rumor dagang gelar keraton memaksa Kanjeng Gusti Pangeran Haryo Panembahan Agung Tedjowulan melakukan evaluasi dan penataan ulang terhadapt seluruh gelar yang telah dikeluarkan. Langkah ini dinilai cukup tepat, karena meskipun kondisi keuangan keraton babak belur, namun mengobral gelar yang seharusnya sakral tentu bukan pilihan yang bijak dan bisa mencoreng wajah keraton sendiri. Penerima gelar haruslah orang yang pantas, atau setidaknya bisa mempresentasikan budaya Jawa yang luhur. Bahkan, seorang Jokowi, warga Jawa Tengah tulen yang telah berbuat banyak untuk keraton selama menjabat sebagai walikota menolak ketika hendak dianugrahi gelar dari keraton karena merasa belum pantas. Maka, sudah seharusnya artis-artis itu mengintropeksi dirinya dan bertanya pantas tidaknya ia mendapatkan gelar itu. Ini bukan merendahkan, namun peringatan ini justru untuk mencegah agar artis yang bersangkutan untuk terhindar dari hujatan menyakitkan dan memicu kontroversi masyarakat yang semakin kritis.

0 comments:

Post a Comment