College Conspiracy

College Conspiracy


Sudah sering kali kita mendengar pernyataan-pernyataan sinis dari masyarakat yang seolah-olah menyadari mereka mengenyam pendidikan di sekolah-sekolah umum. Mulai sekolah menengah hingga pascasarjana. Mereka merasakan apa yang didapatnya sama sekali tak berguna ketika terjun ke dunia nyata: dunia pekerjaan.

Teori-teori yang sedemikian rumit itu seolah-olah menjadi bungkusan sampah yang tak terpakai. Otak para siswa selama bertahun-tahun disesaki ilmu yang tak jelas arahnya. Seolah-olah semakin banyak teori yang dipelajari maka semakin canggihlah kualitas seorang manusia. Tapi itu semua tak lebih dari hapalan belaka tanpa implementasi, tanpa penjiwaan terhadap ilmu. Generasi muda telah dididik untuk menjadi robot-robot tanpa jiwa. Pendidikan kita telah menciptakan mesin-mesin kerja tanpa otak dan hati di dalamnya.

Pernahkah anda bertanya, mengapa sistem yang berjalan dalam dunia kita berjalan begitu mekanis? Selesai sekolah menengah pertama, lanjut ke menengah atas, kemudian jika mampu, kaki pun diarahkan ke jenjang perguruan tinggi, dan seterusnya. Ketika memasuki dunia kerja maka anda akan ditanyakan ijazah sekolah umum yang anda miliki. Semakin tinggi ijazah anda barangkali poin anda untuk memenangkan persaingan dunia kerja akan lebih mudah dibandingkan mereka yang naas tak mampu membayar uang pendidikan yang menggila. Kenapa harus selalu seperti itu? Sistem yang berjalan seperti ini seakan-akanada yang mengaturnya. Apa yang terjadi dengan kecerdasan non-formal? Apakah kecerdasan moral sudah sedemikian busuknya untuk bisa menjadi bekal mencari atau bahkan menciptakan pekerjaan?

Mayoritas jenius dunia tak berasal dari arus pendidikan umum seperti yang kita lakukan. Jika mereka pernah ikut dalam pendidikan formal, kebanyakan mereka bukanlah 'penghapal-penghapal' yang menonjol dalam pencapaian angka-angka yang semu. Banyak kelicikan dalam mendapatkan angka-angka itu. Kecerdasan kognitif dan moral tidak direfleksikan dari tingginya angka-angka pencapaian akademis itu. Format Ujian Nasional yang ngotot dipaksakan saat itu justru membuka ruang kecurangan dari siswa, para guru, kepala sekolah, orang tua. Semua pihak menerjunkan diri mereka dalam pergulatan antara kejujuran akademis dan ambisi kelulusan demi satu hal: angka!

Tapi lebih dari itu, siswa-siswa menjadi robot-robot tanpa kreativitas, benteng moral, dan hampir seluruh siswa itu diplot untuk menjadi pekerja-pekerja biasa saja. Belum lagi jika berbicara tentang dampak depresi hingga tak sedikit siswa yang bunuh diri karena angka di atas kertasnya jauh dari syarat untuk kelulusan. Padahal, jika saja diadu kecerdasan afeksi dan moralnya atau juga kecerdasan inovasi dan kreativitasnya. Bisa jadi anak malang itu jauh lebih unggul dari pada anak-anak dengan angka yang lebih tinggi dan mungkin saja tidak murni merupakan hasil kemampuan diri.

Lalu apakah kita tidak perlu pendidikan? Salah! Kita perlu pendidikan, namun ada yang salah dengan sistem yang seperti ini. Sepertinya ini bukan kesalahan teknis, karena banyak pengamat konspirasi di dunia pendidikan meyakini bahwa kesalahan ini memang sengaja diciptakan. Beban kurikulum yang tak terarah dan tak mewakili kemampuan unik setiap anak, membuat siswa menjadi tak memiliki waktu untuk menyelami inti kehidupan. Dan apa saja yang mereka miliki dalam dirinya untuk digali dan dikembangkan menjadi bagian dari kehidupan. Sistem pendidikan kita lebih mengarahkan apa yang diinginkan oleh perancang sistem itu daripada menyelami keinginan humanis si siswa itu sendiri. Maka jangan heran ketika anda mendapatkan jawaban massif dari para siswa-siswa kita bahwa mereka tidak tahu apa yang akan mereka tuju untuk masa depannya. Satu dua orang yang berhasil melepaskan diri dari belenggu sistem buatan ini dan berhasil menjadi orang-orang cerdas yang seharusnya. Dan mereka bukan siswa-siswa penghapal, karena mereka sudah memahami inti dan implementasi ilmu yang sesungguhnya. Sekolah dan Universitas kita tidak mengajarkan ini.

Siapa yang menentukan apa yang harus dipelajari dan mana yang sengaja dijauhkan? Mengapa ada tren lembaga pendidikan menjadi sekuler saat agama tak lagi menjadi bagian penting dan menjadi kurikulum utama pendidikan? Tidakkah berbahaya jika buatan dari konsep hapalan selama ini tidak dibentengi dengan kecerdasan moral? Sistem pendidikan kita melahirkan koruptor, eksekutif-eksekutif licik, pekerja-pekerja robot tak berjiwa, bahkan melahirkan para pengeroyok! Kenapa? Karena sistem pendidikan kita bersifat mendikte anak-anak untuk mereka diberitahu harus melakukan apa. Mereka dimarahi ketika melakukan sesuatu yang tak biasa. Sistem pendidikan kita membiasakan untuk membunuh kreativitas dan ide-ide liar yang mungkin saja melahirkan temuan-temuana jenius. Apa yang terjadi ketika seorang siswa mendebat materi yang diajarkan guru atau dosennya? Mereka diusir dari ruang kelas!Mark Zeckerberg tidak akan berhasil memborbardir dunia dengan facebooknya jika saja ia mengikuti arus besar sistem pendidika. Ia termsuk dari sangat sedikit orang di dunia yang menyadari bahwa sistem pendidikan yang ada saat ini tidak akan mampu mengenali kejeniusannya, apalagi mengarahkannya ke jalan semestinya.

Kita tidak pernah tahu jika di dalam diktat-diktat jurusan ekonomi selalu diajarkan pemikiran kapitalis dan liberalis barat/ Sebegitu burukkah sistem ekonomi sosial sehingga haram untuk diajarkan? Mengapa ekonomi syariah tidak menjadi bagian kurikulum yang menyatu untuk memperkaya wawasan para mahasiswa bahwa di dunia ini tidak melulu sistem kapitalis yang bisa dijalankan. Memang, itu ada jurusannya tersendiri. Ya, tapi mengapa harus dipisahkan? Mengapa dijurusan ekonomi harus berkutat dengan doktrin-doktrin kapitalis liberalistik yang belakangan ini gagal total memeratakan kesejahteraan. Yang notabene hanya menguntungkan sekelompok kecil pemilik modal? Mengapa kurikulum yang telah mendidik menusia menjadi rakus materi dan tak pernah puas. Tak sadarkah kita bahwa tanpa sengaja telah terjadi proses pencucian otak sedemikian massif selama berpuluh-puluh tahun kepada generasi muda kita. Sehingga, muncul Pemikiran tunggal bahwa hanya sistem kapitalistiklah yang bisa menjawab persoalan manusia.
Simaklah kutipan dari dinasti zionis Amerika, Rockefeller dalam sebuah tulisan berjudul "Rockefeller Empire" berikut ini, "Dalam mimipi kita, kita memiliki sumber daya yang tak terbatas dan orang-orang yang menyerahkan diri dengan kepatuhan sempurna sebagai hasil cetakan tangan-tangan kita. Konvensi pendidikan pendidikan saat ini yang menurunkan nilai-nilai moral mahasiswa berasal dari pemikiran kita."

Ada pernyataan dari seorang orientalis Yahudi, Samuel Zwemmer, "Tugas kita adalah mengeluarkan kaum muslim dari Islam. Membuat mereka mengekor pada pengajaran, kekuasaan dan pemikiran kita. Dalam masalah ini kita telah berhasil dengan gemilang. Kita melihat bahwa setiap orang yang lulus dari lembaga pendidikan. Bukan saja lembaga pendidika misionaris, tapi juga lembaga-lembagga pendidikan umum, baik negeri maupun swasta. Kurikulum mereka menganut kurikulum yang telah kita susun dan telah kita tatarkan kepada ahli-ahli pendidikan, mereka telah keluar dari slam dallam perilakunya, walaupun namanya tetap Muslim. Mereka kemudian masuk dalam orbit politik kita. Sungguh ini keberhasilan kita yang tidak ada bandingannya."

Entah bagaimana anda menyikapinnya, tapi saya sangat meyakini bahwa ada tangan-tangan tak terlihat yang telah mengendalikan mayoritas sistem pendidikan di dunia ini. Saya bisa merassakan adanya satu pola yang sama dan terus-menerus dijejalkan ke setiap generasi selama berpuluh-puluh tahun. Bahkan mungkin masih berpuluh-puluh tahun yang akan datang, kalau tidak muncul kesadaran bersama untuk mencari alternatif yang lebih baik.

0 comments:

Post a Comment