Mafia Narkoba: Bagaimana Mereka Beroperasi

Mafia Narkoba: Bagaimana Mereka Beroperasi

Konspirasi - Jaringan narkoba sudah sedemikian raksasanya dan mendadak hukum menjadi impoten. Lima puluh orang mati sia-sia setiap harinya karena narkoba. Korban narkoba juga mencapai angka 5,8 juta jiwa pada tahun 2012. Tidak hanya anak-anak muda produktif tetapi juga anak-anak dan orang tua. Ratusan ton sudah disita dan dibakar aparat, namun kartel narkoba membalasnya dengan menyiramkan ribuan ton lebih banyak untuk mengejek kemampuan aparat. Puluhan pabrik digerebek dan ditutup, tapi para mafia sudah menyiapkan ratusan lainnya untuk membuat polisi geram.

Sesulit itulah perang terhadap narkoba karena barang laknat ini tak lagi hanya menjadi komoditas hura-hura, tetapi telah menjelma menjadi alat kartel kriminal untuk menguasai semua lini hidup bangsa. Mulai dari polisi, aparat hukum, hakim, hingga istana. Penguasaan secara masif inilah yang kemudian menciptakan jaringan mafia narkoba yang seolah-olah imun dari gempuran hukum. Bukan hanya dengan otot dan peluru, tetapi mereka juga bergerilya secara senyap dengan cara adu otak dan diplomasi yang legal. Seperti ini mafia bekerja dalam struktur.

  • Menjadikan wanita Indonesia sebagai kurir dengan berkedok asmara ataupun bisnis. Kebanyakan wanita tersebut diperangkap para mafia dengan iming-iming gepokan jutaan rupiah. Persis ketika mereka menyadari bahwa mereka sudah terperangkap. Pertama, karena mereka keburu ditangkap. Kedua, karena mereka diancam akan dibunuh termasuk ancaman terhadap agamanya. Ketiga, karena para wanita tersebut sudah terlanjur menjadi pecandu narkoba itu sendiri sehingga sulit untuk lepas.
  • Untuk mengamankan bisnisnya, maka peranan penegak hukum menjadi signifikan bagi gerak para mafia. Mereka membutuhkan oknum polisi yang bisa setiap saat memberi peringatan kapan harus tiarap dengan mengendurkan operasi. Terkadang, oknum-oknum polisi dan TNI justru menjadi algojo bagi mafia menghabisi para penghalang, terutama dari kalangan kepolisian yang belakangan rajin memburu mereka. Kasus percobaan pembunuhan dengan penganiayaan berat kepada seorang polisi, Briptu Joko dari Polresta Pekanbaru pada bulan November 2012 lalu, dilakukan oleh sejumlah oknum polisi dan TNI. Mereka adalah bagian dari kartel narkoba. Lihat beritanya di okezone
  • Jika berkas tetap harus diproses hingga penuntutan, maka mafia narkoba sudah memasang jejaringnya di kejaksaan. Model transaksinya adalah jual beli berat hukuman atau penghilangan barang bukti. Modusnya ada yang dilakukan suka sama suka antara mafia, pengacara dan oknum jaksa, ada juga yang menggunakan cara-cara intimidasi terhadap para jaksa penuntut.
  • Membeli hakim mulai dari tingkat Pengadilan Negeri hingga ke Mahkama Agung. Hakim menjadi pengaman mafia di meja hijau. Kasus memalukan yang terakhir terjadi adalah dugaan pemalsuan putusan pengadilan peninjauan kembali (PK). Kasus itu dilakukan oleh hakim Agung Achmad Yamanie dari Mahkama Agung terhadap pembatalan hukuman mati Hanky Gunawan, big boss pemilik pabrik ekstasi di Tangerang. Yasmanie di duga dengan sengaja mencoret putusan 15 tahun penjara menjadi 12 tahun. Kuat dugaan bahwa Yasmanie tidak sendiri, karena tim hakim yang lain juga diduga terlibat persekongkolan dengan mafia narkoba dalam pembatalan hukuman mati menjadi hanya 15 tahun. Para pengamat hukum banyak mempertanyakan kewenangan ketiga hakim ini saat membatalkan vonis mati. Karena Unsur hukum pembatalan tersebut tidak terpenuhi, yaitu tidak adanya bukti baru yang meringankan terdakwa, atau tidak ditemukan kesalahan penjatuhan vonis yang dijatuhkan hakim pada tingkat pertama banding hingga kasasi. Satu-satunya alasan hakim adalah karena hukuman mati tidak sejalan dengan hak asasi manusia. Lalu bagaimana dengan hak hidup para korban narkoba yang harus meregang nyawa, menjadi gila, hingga menjadi residivis akibat narkoba yang dijual oleh para mafia itu?
  • Jika mafia tetap harus masuk penjara, maka tak usah khawatir, karena jejaring mereka lainnya di lembaga pemasyarakatan sudah siap membantu memuluskan jalan bisnisnya dengan aman dari dalam penjara. Badan Narkotika Nasional (BNN) bahkan menyatakan bahwa para big boss masih bisa mengendalikan bisnis haram miliaran rupiah dari balik jeruji besi. Ponsel, laptop, hingga kurir semua bisa aman dilakukan untuk berbisnis narkoba karena para bandit itu dilindungi oleh tembok penjara beserta para oknum yang rela menjadi antek mafia demi rupiah.
  • Sambil tetap meneruskan bisnis di balik jeruji, agen-agen para mafia itu bergentayangan ke badan-badan pemerintah, parlemen, hingga istana. Agen-agen mafia narkoba ini bertugas mempengaruhi para pengambil kebijakan, agar bisa membuat aturan-aturan yang akan menguntungkan anggota atau gembong mafia yang menjalani hukuman. Praktik tercanggih yang bisa mereka lakukan bahkan bisa menjatuhkan citra persiden SBY, karena dianggap telah dikelabui oleh "para pembisik" di lingkungan istana untuk memberikan grasi kepada terpidana mati seperti kasus narkoba Ola dan Corby. Terbuktilah setelah grasi diberikan, ternyata Ola bukanlah seorang kurir, sebagaimana yang menjadi dasar pemberian grasi dari SBY. Tapi, Ola justru otak pengendali narkoba dari balik penjara, berdasarkan kurir yang tertangkap menyelundupkan sabu dari India. Gara-gara ini, Mahfud MD, Ketua Mahkama Konstitusi dengan langtang mengatakan bahwa mafia narkoba telah menggelontor ke lingkungan istana.
  • Agen dan kekuatan uang mafia narkoba tak hanya menyasar kepada badan pemerintah, tetapi juga kepada organisasi masyarakat dan LSM-LSM yang bisa dibeli oleh mereka. Tujuannya agar mereka menjadi corong untuk menyosialisasikan penghapusan hukuman mati di Indonesia. Dengan menggunakan ormas dan LSM masyarakat mereka sering dijadikan referensi pembanding terhadap pemerintah. Maka, mafia narkba bisa memboncengkan misi besar mereka agar para big boss narkoba akan selamat dari hukuman mati. Lagi-lagi ormas dan LSM itu menjadi alibi hak asasi manusia untuk hidup, meskipun mereka sendiri menyadari bahwa jutaan orang sudah mati akibat perbuatan busuk mafia-mafia narkoba itu. Amerika Serikat dijadikan contoh peradaban hukum yang dianggap berkemanusiaan, karena sebagian besar negara bagiannya sudah menghapus hukuman mati. Padahal, tingkat kejahatan narkoba di AS sangat parah hingga ke titik dimana pada akhirnya pemerintah negara bagian melegalkan penggunaan mariyuana (ganja) untuk alasan pariwisata! Ormas dan LSM kita justru menasbihkan peradaban hak hidup manusia kepada negara yang melegalkan kepemilikan senjata api yang akhirnya mengakibatkan penembakan di sebuah sekolah. Wajar jika kemudian ada desakan kepada pemerintah untuk memeriksa kembali kepentingan dan menertibkan sejumlah ormas dan LSM di Indonesia mengenai kemurnian gerakan mereka. Hal itu karena banyak dari mereka yang sangat tertutup pengelolaan anggarannya. Dana-dana asing hingga dana mafia mungkin saja telah mengintervensi kepentingan untuk kelompok-kelompok tertentu. Penertiban dan pennyelidikan terhadap intervensi dana asing yang menjadi bagian dari proses pencucian uang mafia narkoba terhadap ormas dan LSM perlu untuk dilakukan. Hal itu agar kepentingan perjuangan lembaga-lembaga non profit seperti ini menjadi steril dari kepentingan-kepentingan. Apalagi sesungguhnya menerima dana-dana asing haram bagi ormas secara hukum jika tanpa adanya transparasi sumber penggunaannya.

0 comments:

Post a Comment